Pasca Ramadan (bag. 1)
Oleh: Nasrudin Romli, S.H.I., M.H.
(Hakim PA Pasangkayu)

Satu pekan sudah bulan Ramadan meninggalkan kita, dimana saat ini kita tengah berada di tanggal 6 Syawal 1441 H. Bulan Ramadan senantiasa berulang setiap tahunnya datang dan pergi ribuan kali hingga hari kiamat nanti. Akan tetapi Ramadan tahun ini tentu terasa berbeda dengan apa yang pernah kita alami dan lalui selama ini.

Terasa berbeda karena saat Ramadan tahun ini tiba, ia datang disaat wabah corona (covid 19) melanda dan mewabah di hampir seluruh belahan dunia termasuk di negara kita Indonesia. Dimana saat itu bahkan sampai sekarang kita bingung, cemas bahkan panik karena ritme kehidupan yang selama ini berjalan normal tiba-tiba berubah 360 derajat.

Dahulu setiap pagi kita pergi beraktifitas menjalani profesi kita masing-masing. Ada yang pergi bercocok tanam, ada yang pergi melaut, ada yang pergi berdagang, ada yang pergi ke kantor, ada yang pergi ke sekolah dan lain sebagainya. Lalu tiba-tiba semua berubah dengan sangat cepat. Kita semua takut untuk menjalani aktifitas keseharian kita lantaran cepatnya virus ini bertebaran kemana-mana. Bahkan ketakutan ini merubah tabiat kita sebagai manusia yang senang berkumpul dan bersama-sama menjadi terpisah dan saling menjauhi.

Dan yang paling terasa bagi kita umat islam adalah kebiasaan beribadah kita. Semenjak virus ini mewabah, kegiatan ibadah kita sangat terbatas bahkan harus dibatasi. Kita dilarang melaksanakan salat berjamaah di masjid, baik salat 5 waktu, salat jumat, salat tarawih bahkan salat idul fitri. Bukan salatnya yang dilarang, akan tetapi kegiatan berkumpulnya kita dalam satu tempat yang kemungkinan menularkan virus corona antara satu dengan yang lain.

Maka Ramadan tahun ini kita diajarkan untuk lebih mendalami makna ibadah yang selama ini kita jalani. Kita dituntut untuk bisa salat sendiri di rumah, karena selama ini kita mungkin hanya menjadi makmum. Biasanya kita hanya mengikuti gerakan iman dan mendengarkan bacaan imam. Namun dengan adanya larangan salat di masjid, akhirnya kita belajar tentang tata cara salat, bacaan-bacaan salat bahkan kita ditunjuk untuk menjadi imam bagi keluarga kita di rumah.

Disanalah keikhlasan kita diuji, apakah kita salat hanya karena ditengah orang banyak atau tetap salat meski sendiri di rumah. Apakah kita tetap melaksankan salat sunat seperti yang kita lakukan di masjid atau justru kita tinggalkan karena tidak ada yang melihat kita. Tampaknya itulah yang ingin Allah SWT lihat dari diri kita. Apakah sesuai dengan yang selalu kita ucapkan dalam salat kita iyyaka na’budu wa iyyaka nastain (hanya kepadaMu ya Allah kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan).

Mungkin banyak orang yang jenuh dengan terbatasnya aktifitas yang biasa mereka lakukan. Namun tidak sedikit orang yang justru menemukan hikmah dibalik itu semua. Sejak wabah virus ini melanda, banyak orang yang akhirnya libur atau bahkan tidak bisa bekerja. Anak-anak dan guru tidak bisa melaksankan kegiatan belajar mengajar di sekolah melainkan dari rumah masing-masing. Disaat itulah kedekatan antara orang tua dan anak kembali terbina. Orang tua biasanya tidak tahu dengan perkembangan pendidikan anaknya. Namun dengan keadaan seperti ini, mereka jadi tahu betapa beratnya tugas seorang guru.

Maka dengan adanya virus ini kita menjadi lebih banyak belajar, baik belajar untuk diri sendiri seperti belajar tata cara beribadah maupun belajar untuk menjadi guru untuk anak-anak kita di rumah. Pada akhirnya kita lebih dekat dengan keluarga, mengikuti dan merasakan langsung tumbuh kembang anak-anak kita secara maksimal dan yang lebih penting adalah kesadaran kita bagaimana memupuk keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT.

Ramadan baru saja pergi, tapi ibadah jangan sampai berhenti. Nikmatnya berpuasa satu bulan penuh selama Ramadan, hendaknya kita lanjutkan dengan sering berpuasa sunah di bulan lainnya. Terlebih saat ini kita masih berada di bulan syawal. Kita sangat diajurkan untuk berpuasa selama 6 hari di bulan syawal sebagaimana sabda nabi man shama ramadana suma atba’ahu sittan min syawaal kana kashiyamid dahri.  (siapa yang berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadan lalu menambahnya dengan berpuasa enam hari di bulan syawal maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun penuh).

Bagi yang mampu silahkan berpuasa 6 hari di bulan syawal ini berturut-turut. Namun bagi yang tidak mampu, dapat mejalani puasa senin dan kamis selama bulan syawal. Tentu ini menjadi pembuktian kita kepada Allah SWT apakan puasa kita di bulan Ramadan memberi bekas bagi kita untuk juga mampu berpuasa sunah di luar bulan Ramadan.

Ramadan telah pergi tapi jangan sampai kita berhenti mengaji. Selama Ramadan mungkin kita banyak meluangkan waktu untuk membaca alquran. Namun selepas Ramadan hendaknya kita tetap sering membaca alquran meski satu lembar setiap hari.

Dengan tetap membiasakan diri berpuasa sunnah, membiasakan diri membaca Al Qur'an menunjukkan bahwa kita berupaya benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah SWT baik dalam keadaan normal maupun tidak normal. Semoga Allah SWT memberi kita petunjuk dan menguatkan iman di hati kita. Amin ya rabbal alamin.

Pasangkayu 29 Mei 2020 / 6 Syawwal 1441 H

 

bersambung…

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Pasangkayu

Jalan Poros Mamuju - Palu

    Desa Ako, Kecamatan Pasangkayu

    Kab. Pasangkayu

    Sulawesi Barat - 91571

0457 - 7031405

This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

0821 9307 1242

 

Peta Lokasi

 

© 2020 Pengadilan Agama Pasangkayu. All Rights Reserved.